Jumat, 18 Maret 2011

18-5-98

Siang itu redup sinarnya.
Di hari selasa jam tiga sore.
Wajah-wajah sayu dan lusuh.
Terlihat menatap sedih padaku.

Aku baru lima tahun satu bulan dua belas hari
Naluri dan pikiranku mencoba menelusuri
Apa arti wajah sayu dan lusuh disudut  kamar ini.
Aku belum tahu, apa arti semua ini.

Saya takut, takuuuuuut sekali
Ketika ku tatap, kedua kakak saya menangis
Wajah sayu dan lusuh mereka mungkin mengerti
Di rumah ini akan ada yang tragis

Saya takut, takuuuut sekali
Wajah-wajah sayu dan lusuh
Duduk dengan lantun pelan yasin dan dzikir,
Nampak sosok terbaring lemah namun tersenyum
Beliau ibuku tercinta almarhumah

Aku belum tahu apa arti semua ini,
Pikiran sederhanaku mencoba menelusuri,
Ibuuu, ibuuu apa arti semua iniiii
Kakak, ada apa dengan ibuuu
Ayah.. ia bisikan apa pada ibuu
Mengapa ibu pelan mengucapkan laailaha ilallah.
Nenek ibu mengapa? Tersenyum pada saya
Saya takut, takuuuut sekali

Tiba-tiba suara tangisan menjadi ramai
Kulihat kakak saya diam pucat di sudut kamar itu.
Kakak tertua berlari mengurung diri di kamar,
Mungkin mereka mengerti
Aku belum tahu, apa arti semua ini

Oh tuhan mengapa ini terjadi?
Di saat aku belum mengerti apa-apa
Ibu terbaring tapi tidak tidur
Aku masih belum tahu apa-apa.

“ku ingat “ duduk mengintari dan memegang ibunda terbaring,
Teman-teman ibu di masa tugas mengajar
Ayah abadikan dengan foto.
Pesan ibu” foto aku disaat terbaring kaku dan aku tersenyum” wasiatnya

“ku ingat” makamkan saya dekat rumah..
Biar kulihat kalian anak-anakku
“Ku ingat” ibu berpesan pada ayah, sekolahkan anak-anak kita, aku akan tenang di alamku

Oh Tuhan,
Bukakan hati guru dan pembimbingku
Ingatkan aku bila aku lalai
Tuhan,
Bukakan hati teman-temanku
Ingatkan aku bila aku salah

Perjalananku, perjalanan kami, perjalanan kita masih panjang.
Cita-citaku, cita-cita kami, cita-cita kita masih jauh.
Rintanganku, rintangan kami, rintangan kita masih luas terpampang nun jauh di depan.

Tuhan terangkan aku mudahkan
Curahkanlah rahmat dan Ridam-Mu kepadaku, kepada kami, kepada kita semua.

Tuhan, tuhaaaan, Tuhaaaaaaaaaaaaaaan..


Nur Sabariah Arif


DUNIA BAGAIKAN SEBUAH TENDA

Dunia bagaikan sebuah tenda,
Tenda besar dan tertutup semuanya,
orang-orang tinggla di dalam,
kita semua tinggal di dalamnya,

Di antara kita ada yang membuat tenda-tenda kecil di dalam,
mereka tinggal di dalam tenda-tenda kecil itu,
ada tenda merah, kuning, hijau, biru atau campuran warna dan gambar.

Akhirnya, mereka bertanding membuat tenda,
Bertenda kuning bangga dengan symbol kematangannya,
Bertenda hijau terlena dengan symbol moralnya,
Bertenda merah kagum dengan symbol keberaniannya
Tenda warna-warni tersanjung keberagamannya,

Sifat bangga, terlena, kagum, tersanjung.
Menjadikannya itu senjata pamungkas,
Mereka lupa di luar tenda-tenda kecil itu,
Ada tenda besar yang menutupi semuanya.

Dalam hiruk pikuk dan gemuruh pertandingan
Tiba-tiba ada suara,
Mari kita membuat sayaap 

Mari kita membuat sayaap 
Mari kita membuat sayaap


Di sudut sana, sana, sini situ
Mendengar tapi samar, mendengar tapi samar
Mereka terlena akan tenda-tenda kecil karya mereka.

Pertandingan terus dilanjutkan
Pamer kekuatan dan massapun terus ditonjolkan,

Tiba-tiba penutup tenda besar terkuak
Tsunami meluluh lantahkan aceh dan Jepang,
Lumpur menengggelamkan lapindo,
Gempa membunuh ribuan manusia di jogja,
Merapi terbatuk-batuk,
nuklir siap meledak,

Ledakan besar menandai ambrolnya situ gintung
Tenda-tenda kecil kebanggaan orang-orang hancur
Orang-orang berlomba membuat sayap, tapi terlambat sudah.

Adakah jalan keluar di hatiku?
Adakah jalan keluar di hatumu?
Adakah jalan keluar di hati kita?
Wallahu alam bissawab.

Nur sabariah arif